Wednesday, August 5, 2015

AKHIRNYA JOE PUN BERTEMU DENGAN AYAH EDY....

FACEBOOK | KOMUNITAS AYAH EDY |
Namaku Joe. Hanya Joe.
Sebenarnya nama yang tertera di surat lahirku cukup panjang, tapi sulit bagiku untuk menulis rangkaian huruf demi huruf itu membentuk namaku. Jadi, aku mengatakan pada semua orang, namaku hanya tiga huruf J-O-E.
Ketika kecil, aku didaftarkan di sebuah sekolah terkenal di kota kelahiranku. Sekolah ini terkenal dengan murid-muridnya yang mempunyai tulisan halus kasar yang bagus sekali, bahkan sejak mereka di bangku Taman Kanak-Kanak.
Aku selalu memakai tangan kiri untuk melakukan semua kegiatan, termasuk belajar menulis. Entah kenapa, tangan kananku tidak sekuat tangan kiriku, orang-orang menyebutku kidal.
Guru-guruku di TK selalu memaksaku menulis memakai tangan kanan, bahkan mereka pernah memukul jari-jariku dengan penggaris panjang ketika aku memakai tangan kiri untuk belajar menulis, tapi aku tidak bisa. Mereka baru berhenti memarahiku ketika papa datang ke sekolah dan meminta mereka membiarkanku memakai tangan kiri.
Papa berpendapat, tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Ibu guru berusaha memegang tanganku untuk mengajarkanku menulis indah, tapi hasilnya tidak indah. Setelah sekian lama, akhirnya Ibu guru menyerah, dan membiarkanku dengan tulisan cakar ayamku.
Saat memasuki bangku SD, mimpi burukku bermula. Kami diharuskan mencatat dalam kalimat panjang-panjang. Aku mencatat dengan pelan sekali, aku membaca tulisan di papan tulis dengan susah payah, aku tidak mengerti apa arti rangkaian huruf-huruf itu. Huruf-huruf itu seakan-akan berterbangan di otakku, menari-nari dan bernyanyi diiringi irama ceria, tra-la-la tri-l-li... Sungguh mengasyikkan! grin emotikon
Kadang kala aku tenggelam dalam imajinasiku, membayangkan pensilku sebagai baling-baling bambu Doraemon, aku terbang melintasi awan-awan yang berbentuk seperti huruf-huruf dan angka-angka di papan tulis. Hahaha… Tapi kadang-kadang juga, tiba-tiba aku teringat wajah Ibu guru yang sedang marah, aku berusaha memindahkan bentuk huruf-huruf di papan tulis ke buku catatanku, tapi yah.. dari 10 kalimat yang harus kucatat, paling bisa aku hanya berhasil memindahkan 3 atau 4 kalimat, itupun dengan susah payah.
Hampir setiap hari Ibu Guru selalu menulis kata-kata ‘malas, suka melamun, nakal, tidak mau mencatat’ dan banyak kata-kata lainnya di buku jurnalku. Aku sedih sekali, aku merasa aku sudah berusaha keras. Ditambah lagi, aku tahu, jika nanti di rumah, sepulangnya mama dari kantor dan memeriksa tas sekolahku, beliau akan marah besar dan menghukumku jika beliau membaca pesan-pesan yang ditulis Ibu guru. :((
Sebenarnya aku kasihan juga pada mama. Mama setiap hari harus menelepon ke teman-teman sekelasku untuk mencatat pelajaran hari itu, sekaligus mencatat soal-soal PR yang diberikan Ibu guru, yang harus dikumpulkan besok. Mama tidak mau aku dihukum Ibu guru. Soal-soal matematika itu tidak sulit bagiku, aku bisa mengerjakannya dengan mudah. Tapi jangan suruh aku menulis indah, aku benci! Aku benci karena aku tahu, aku pasti mendapatkan stempel jempol mengarah kebawah besok, dengan warna tinta merah pula! Membuat aku merasa murid paling bodoh di kelas!
Hari-hari sekolah bagaikan mimpi terburukku. Di sekolah Ibu guru selalu berteriak padaku, mengganggu ketika aku asyik melamun yang indah-indah. Di rumah, mama selalu kelihatan stress dan emosi ketika melihat buku-buku catatanku. Aku tidak mengerti, mengapa aku harus menulis jawaban ‘biru’ untuk warna langit, sedangkan aku tahu, kadang-kadang langit kelihatan berwarna putih, merah jingga yang indah sekali atau bahkan hitam gelap ketika mau hujan.
Aku juga tidak mengerti, mengapa Ibu guru marah ketika aku merangkak di kolong meja untuk mengambil penghapus temanku yang jatuh atau ketika aku asyik mengamati burung kecil yang hinggap di jendela kelas, dekat tempat dudukku. Ibu guru tidak tahu ya, betapa aku berjuang menahan kelopak mataku yang hampir selalu tertutup di kelas yang membosankan ini.
Suatu hari, entah keajaiban apa yang terjadi. Mama manis sekali kepadaku, selalu tersenyum sepanjang hari. Hari itu tidak ada bentakan sama sekali, tidak ada kerutan di kening dan wajah muram ketika menemaniku membuat PR.
Bahkan mama tidak marah pada koko ku, walaupun dia mendapat nilai 5 di ujian bahasa Mandarinnya. Sejak hari itu, dunia seakan penuh warna, mama jarang sekali marah-marah lagi. Mama berkata, “Tidak ada yang salah dengan dirimu, anakku. Sekolahmulah yang tidak cocok untuk kamu. Maafkan mama, selama ini mama mengira kamu tidak mau berusaha untuk berubah, mama salah.”
Mama membawa aku jalan-jalan ke banyak sekolah di kota kami. Bertanya banyak sekali pada guru-guru disana. Memperhatikan bagaimana cara guru-guru itu berbicara padaku. Kadang-kadang aku merasa sedikit kasihan melihat guru-guru itu kebingungan menjawab pertanyaan mamaku yang cerewet, hahaha… Maaf, mama! ( Mama bilang aku harus jadi anak yang jujur kan? :p)
Aku pindah ke sekolah yang bagus. Teman-teman sekelasku tidak sebanyak teman di sekolahku yang lama. Tapi mereka baik, mereka tidak pernah mengatakan aku bodoh, pemalas atau aneh. Guru-guruku malah selalu memujiku, mengatakan aku anak yang pintar, sangat kreatif, dan punya banyak ide cemerlang.
Ibu guru tidak perduli dengan tulisanku yang seperti cakar ayam, membenarkan jawabanku meskipun kadang-kadang aku terbalik menuliskan angka 3 menjadi E, b menjadi d. Guru Sains ku menuliskan opini ‘Joe is so good at science. He will become master of science if he read a lot of science books.’ di laporan bulananku.
Kawan, tahu ga? Aku merasa menjadi anak pintar disini, aku dengan penuh semangat ikut Olimpiade Sains tingkat nasional, aku mempelajari banyak sekali komik-komik sains, aku melakukan banyak eksperimen fisika, capek tapi senang! Aku lolos sampai tingkat semi final lho! Hahaha… senang sekali.
Aku ingin menjadi seorang penemu kelak, kalau aku sudah besar. Aku ingin menemukan ‘Pintu Ajaib’, agar orang-orang bisa pergi ke tempat lain dalam sekejap, tidak usah naik mobil dan terkena macet lagi.
Jalan-jalan bisa diubah jadi taman bunga atau taman hiburan anak-anak, seperti Disneyland gitu lho. Atau jadi water park yang asyik, atau lapangan sepak bola. Pasti menyenangkan! Akan kujual penemuanku ini ke seluruh dunia, aku pasti jadi kayaaa sekali. Aku mau bangun sekolah-sekolah yang bagus, ga usah bayar! Biar aku yang bayarin uang sekolahnya! grin emotikon
Eh, akhirnya aku tahu, apa yang terjadi!
Aku mendengarkan ketika mama berbicara dengan penuh semangat kepada sahabatnya, sesuatu tentang ‘anak dominan otak kanan’, buku-buku, dan satu nama ‘Ayah Edy’. Siapa itu?
Banyak temanku yang bernama Edy, banyak juga teman papaku yang bernama Edy. Yang mana ya? Entahlah, kurasa kapan-kapan saja aku baru mencari tahu, yang mana Ayah Edy yang dimaksud.
Yang kutahu, beliau telah berhasil mengubah mama. Mama yang sebelumnya keras, selalu menginginkan kami mendapatkan nilai yang bagus di sekolah, pelit pujian dan sering marah-marah, benar-benar berubah menjadi seorang malaikat.
Jika suatu hari nanti, aku bisa bertemu Ayah Edy sahabat mama itu, aku pasti akan memeluknya dan berbisik, “Terima kasih, Ayah. Ayah mengubah duniaku!”
Based on a true story
June'12
Mama Joe (9thn)
Cen Mei Ling

TANDA-TANDA KEMUNDURAN SEBUAH BANGSA

FACEBOOK | KOMUNITAS AYAH EDY | 5 AGUSTUS 2015
Jika kita peduli pada nasib anak kita, maka bacalah dengan sabar dan seksama sampai akhir artikel ini.
Suatu ketika di bulan Juli tahun 90-an, di negara bagian Massachusetts, Amerika Serikat tengah berlangsung sebuah konfrensi besar pendidikan, dihadiri oleh sebagian besar kalangan pendidikan, mulai dari pengamat, praktisi, pakar hingga penentu kebijakan dibidang pendidikan.
Tema yang diambil. kali itu adalah mengenai “Evaluasi Sistem Pendidikan dalam Menghasilkan Generasi Unggul”
Tema ini sengaja diangkat, karena ternyata berdasarkan penelitian, selama 60 terakhir sistem pendidikan lebih banyak menghasilkan generasi yang gagal dan bahkan cenderung bermasah ketimbang yang unggul
Banyak sekali tokoh-tokoh yang diminta bicara menyampaikan pikiran, pandangan juga hasil penelitian mereka.
Dari semua pembicara, ada salah seorang yang pemaparannya begitu dahsyat, tajam dan mengena, hingga mendapatkan simpati dan dukungan yang luar biasa dari hampir semua peserta konferensi tersebut.
Tepuk tangan yang riuh serta dukungan antusiasme terus mengalir hingga sang pembicara ini turun. Apa saja yang di paparkan oleh si pembicara ini...? marilah kita simak cuplikan utama dari pemaparannya;
“Saudara-saudaraku tercinta sebangsa dan setanah air, saya sungguh prihatin melihat perkembangan generasi kita dari tahun ke tahun, sehingga saya begitu tertantang untuk membuat suatu pengamatan untuk mengetahui akar pemasalahannya.”
“Lebih dari 30 tahun saya melakukan pengamatan terhadap para pelajar dan para lulusan sekolah di tiap jenjang mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. dan ternyata dari tahun-ke tahun menunjukkan suatu peningkatan grafik jumlah anak-anak yang bermasalah ketimbang anak-anak yang berhasil.”
Salah satu yang membuat saya menangis adalah ketika saya mengunjungi beberapa Lembaga Pemasyarakatan yang ada di beberapa negara bagian; yang dulu pada tahun 60an mayoritas di huni oleh orang-orang yang berusia antara 40-60an, namun apa yang terjadi pada tahun 90, penjara-penjara kita penuh di isi oleh anak remaja antara usia 14 s/d 25 tahun. Jumlah peningkatan yang drastis juga terjadi pada penjara anak dan remaja.
Fenomena apakah gerangan yang sedang terjadi di negara kita......? Akan jadi apakah kelak negara ini jika kita semua tidak mengambil peduli dan merasa bertanggung jawab...?
Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air....., Dari pengamatan panjang yang saya lakukan akhirnya saya mengetahui bahwa sumber dari semua masalah ini ada pada Harmonisasi hubungan Keluarga dan Sistem Pendidikan kita.
Sebagian besar anak-anak yang bermasalah ternyata juga memiliki orang tua yang bermasalah atau keluarga yang berantakan dan yang memperparah ini semua adalah bahwa Lembaga yang kita agung-agungkan selama ini, yang kita sebut sekolah ternyata sama sekali tidak mampu menjadi jalan keluar bagi anak-anak yang mengalami permasalahan di rumah.
Sekolah yang mestinya bertanggung jawab pada pendidikan anak (kerena mengklaim sebagai lembaga pendidikan) ternyata sama sekali tidak melakukan proses pendidikan, melainkan hanya menjadi lembaga yang memaksa anak untuk mengikuti kurikulum yang kaku dan sudah ketinggalan zaman. Guru-guru yang diharapkan menjadi pengganti orang tua yang bermasalah tapi ternyata tidaklah lebih baik dari pada orang tua si anak yang bermasalah tadi. Guru lebih suka memberikan pelajaran dari pada mendidik dan melakukan pendekatan psikologis untuk bisa membantu memecahkan masalah anak-anak muridnya. Guru-guru juga lebih suka saling melempar tanggungjawab ketimbang merasa ikut bertanggung jawab sebagai seorang pendidik.
Dan yang sungguh menyakitkan adalah ternyata Pemerintah kita khusunya yang bertanggung jawab pada bidang pendidikan hanya mementingkan masalah nilai, angka-angka dan Ujian-Ujian Tulis. Pemerintah seolah menutup mata terhadap menurunya prilaku moral, rusaknya anak-anak sekolah dan meningkatnya prilaku kekerasan di kalangan remaja.
Ukuran keberhasilan pendidikan lebih diletakkan pada menjawab soal-soal ujian dan target-target perolehan nilai, bukan pada Indikator Moral dan Pengembangan Karakter Anak. Sehingga pada akhirnya kita mendapati banyaknya anak-anak yang mendapat nilai tinggi namun moralnya justru begitu rendah.
Inilah saya pikir yang menjadi biangkeladi dari permasalahan meningkatnya jumlah anak-anak yang menjadi penghuni penjara di hampir seluruh negara bagian di negara kita.
Saya melihat bahwa sesunguhnya jauh lebih penting mengajarakan anak kita Nilai Kejujuran dari pada Nilai matematika, Fisika dan sejinisnya, yang pada umumnya telah membuat anak kita stress dan mulai membeci sekolahnya. Sungguh jauh lebih penting mengajarkan pada mereka tentang kerjasama dan saling tolong menolong ketimbang persaingan merebut posisi juara di kelas. Sekolah kita hanya mampu membuat 3 anak sebagai juara ketimbang membuat mereka semua menjadi juara. Sekolah kita memang tanpa sadar telah dirancang untuk mencetak anak yang gagal jauh lebih banyak dari yang berhasil. Sekolah kita juga telah dirancang untuk lebih banyak memberi lebel anak yang bermasalah ketimbang memberi lebel anak yang berpotensi unggul di bidangnya.
Lihatlah fakta di lapangan, betapa banyaknya anak-anak yang dinyatakan oleh sekolah sebagai anak lambat belajar, tidak bisa berkonsentrasi, Diseleksia, Hiperaktif dsb. Hingga ada seorang pengamat pendidikan yang pernah menyindir "sesungguhnya anaknya yang hiperaktif atau sekolahnya yang "Hiper Pasif". Bayangkan anak-anak kita telah di paksa untuk duduk di kursi yang keras selama berjam-jam dari pagi hingga petang, tanpa adanya pergerakan sedikitpun. Yang sesungguhnya tidak hanya membahayakan mental mereka bahkan juga fisik mereka. Berapa banyak anak-anak kita yang katanya termasuk golongan anak-anak pandai harus menderita "bungkuk" di usia mereka yang masih relatif muda karena proses belajar yang hiper pasif ini.
Saya pikir sudah saatnya kita sadar akan hal ini semua. Saudara-saudaraku tercinta, sungguh berdasarkan penelitian yang saya lakukan telah menunjukkan bahwa jauh lebih penting mengajari anak kita tentang moral, attitude, dan Character Building dari pada hanya mementingkan nilai-nilai yang tinggi. Karena kehidupan lebih mengharapkan orang-orang yang bermoral dan berkarakter untuk membangun tatanan kehidupan yang jauh lebih baik. Orang-orang yang mencintai sesama, menolong sesama dan menjaga kelestarian lingkungan tempat mereka hidup.
Berdasarkan penelitian saya terhadap sejarah bangsa-bangsa yang mengalami kemunduran atau kehancuran, saya telah menemukan ciri-ciri yang sangat jelas untuk bisa kita jadi kan Indikator dan petunjuk bagi kita apakah negara kita juga sedang menuju ke titik kemajuan atau justru ke hancuran.
Paling tidak saya telah menemukan ada 10 tanda-tanda dari suatu bangsa yang akan mengalami kemunduran dan bahkan kehancuran; dan jika ternyata ke sepuluh tanda ini muncul di negara kita maka sudah saatnyalah kita untuk melakukan perubahan besar-besaran terhadap sistem pendidikan bagi anak-anak kita.
Mari kita teliti bersama kesepuluh tanda-tanda tersebut, apakah telah muncul dinegara kita;
1. Peningkatnya prilaku kekerasan dan merusak dikalangan remaja, Pelajar
2. Penggunaan kata atau bahasa yang cenderung memburuk (seperti ejekan, Makian, celaan, bhs slank dll)
3. Pengaruh Teman Jauh lebih kuat dari pada orang tua dan guru.
4. Meningkatnya prilaku penyalahgunaan sex, merokok dan obat-obat telarang dikalangan pelajar dan remaja.
5. Merosotnya prilaku moral dan meningkatnya egoisme pribadi/mementingkan dirisendiri.
6. Menurunya rasa bangga, cinta bangsa dan tanah air (Patriotisme).
7. Rendahnya rasa hormat pada orang lain, orang tua dan guru.
8. Meningkatnya prilaku merusah kepentingan Publik.
9. Ketidak Jujuran terjadi dimana-mana
10. Berkembangnya rasa saling curiga, membenci dan memusuhi diantara sesama warga negara (kekerasan SARA)
Bagaimana kesimpulan kita....? Apakah kita melihat ke 10 tanda tersebut telah muncul di negeri tercinta kita ini...? atau mungkin malah sudah muncul pada anak-anak kita tercinta dirumah...?
Saudaraku...., dengan melihat fakta dan kenyataan yang ada, wahai para pendidik dan pengambil kebijakan di bidang pendidikan serta segenap kita semua; Apakah kita masih akan mementingkankan angka-angka sebagai Indikator kesuksesan Pendidikan di sekolah-sekolah..?
Semoga logika dan nurani kita masih mampu bicara untuk mendobrak sistem pendidikan yang selama ini terbukti telah menghasilkan lebih banyak kegagalan bagi anak-anak tercinta.
Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air...., Jika kita tidak juga mau bertindak...., maka saya tidak tahu berapa banyak lagi penjara-penjara yang harus kita bangun bagi anak-anak kita tercinta, yang semestinya ini semua bisa kita cegah dari sekarang..!
Thomas Lickona.
Saudara-saudaraku sebangsa-dan setanah air di Indonesia....., Mari kita renungkan cerita ini.
Lebih dari18 Tahun yang lalu mereka sudah menyadari kesalahan besar yang terjadi pada sistem pendidikan di negaranya, lalu bagaimana dengan sistem pendidikan kita di Indonesia....?
Kejadian kekerasan Genk pelajar putri di Salatiga dan Kalimantan mestinya menjadi cambuk keras buat kita para pendidik dan penentu kebijakan pendidikan di Tanah Air, untuk berani mengambil langkah besar dalam mengevaluasi dan membenahi kembali Sistem Pendidikan yang telah mendidik mereka.
Akankah peristiwa tragis yang terjadi di Amerika akan kita biarkan untuk terjadi lagi pada anak-anak kita di Indonesia..?
BERSAMA-SAMA.., MARI KITA BANGUN INDONESIA YANG KUAT MELALUI ANAK-ANAK KITA TERCINTA !
ayah edy
Pendiri Gerakan Indonesian Strong from Home
Praktisi Parenting
Pendiri dan Pengelola Komunitas Parenting terbesar di Indonesia.
Pimpinan sekolah MAHA KARYA GANGGA
www.ayahkita.com

FENOMENA ANAK OTAK KANAN YANG DIANGGAP MITOS?

FECEBOOK | KOMUNTAS AYAH EDY | 5 AGUSTUS 2015
Menganggapi komentar yang tiada habisnya yang menganggap anak yang dominan otak kanan sebagai MITOS dengan sumber dari situs2 yang ada di Internet.
Inilah jawaban singkat kami melalui tulisan:
Untuk membuktikannya tdak perlu diskusi panjang dan tidak perlu menggunakan hal yang sulit di pahami.
Sederhana sahabatku, lihatlah tangan kita saat minum apakah kita merasa lebih enak/nyaman menggunakan tangan kiri atau kanan ?
Jika kita lebih nyaman dengan tangan kiri itu artinya diantara tangan kita ada yang lebih dominan bukan? karena jika tangan kita tidak ada yang lebih dominan maka kita akan memegag gelas dengan dua tangan atau dengan salah satu tangan kita secara bergantian, dan ketahuilah ketika kita tangan kiri itu di kendalikan oleh otak bagian kanan (dan itu bukti yg paling sederhana bahwa otak kita itu ada yang lebih dominan dalam memulai satu gerakan saja)
Dan sebaliknya jika kita lebih nyaman minum dengan tangan kanan itu artinya secara alamiah kita otak kita yang lebih dominan adalah otak belahan kiri. Nah jika kita minum dengan memegang gelas dengan kedua tanga kita dan kita nyaman, berarti reaksi kedua belahan otak kita seimbang.
Namun dalam perjalanan pola asuh budaya Indonesia, biasanya anak2 yang semasa kecilnya lebih dominn menggunakan tangan kiri akan dilarang dengan alasan tidak sopan, hingga akhirnya ia keluar dari kecendrunan alamiahnya, sistem sekolah juga melarang anak mengambar dan memaksanya menulis, dan apa bila ini terjadi secara jangka panjang maka potensi emas bawaan lahirnya akan cenderung melemah, efek lannya adalah anak tersebut sering kali mengalami kebingungan atau biasa di sebut (Confusing Brain Dominan)
Begitu pula di sekolah yang menggunakan sistem belajar dan penilaian berbasis Calistung dan Test Tulis (otak kiri) Anak2 yang cenderung sejak kecil tangannya Kidal atau lebih dominan otak kanannya akan mengalami kesulitan mengikuti pelajaran dan ujian yang berbasis otak kiri.
Tambahan lagi bahwa berbagai macam test tentang dominasi otak seperti misalnya melalui sidik jari atau golongan darah itulah yang membuat masyarat bingun, karena hasilnya tidak tepat benar, untuk mengetahuinya tidak perlu melalui tes cukuplah dengan mengenali tanda-tanda atau ciri-ciri keseharian anak kita maka kita akan bisa menilai langsng kecenderungan reaksi dominan otak anak kita, apakah lebih cenderung ke kanan, sangat kanan, atau kiri dan seimbang.
Memang benar bahwa dalam beraksi dan berpikir otak kita bekerjasama, ingat bekerjasama bukan bersamaan. Diantara otak kita ada yang lebih dominan, Semisal saja dalam memilih sebuah barang; Orang yang dominan Kanan akan cenderung memilih/membeli barang berdasarkan SELERA atau Taste hatinya cocok dan bukan karena pertimbangan Harga (Yang pending saya suka, gak papa mahal) Namun jika kita memilih barang selalu pertimbangannya adalah Harga itu kemungkinan besar yang mengambil keputusan lebih dominan adalah otak kiri kita. Meskipun budget pas-pasan orang yang dominan otak kanan, akan tetap memilih seleranya dan menabung untuk bisa mendapatkan barang yang cocok dengan hatinya tsb, tapi jika orang yang dominan otak kiri ia kan menunggu sampai barang itu di diskon.
Banyak hal sehari-hari yang tidak kita sadari telah menunjukkan mana reaksi yang lebih dominan dari otak kita namun sayangnya tidak banyak dari kita yang menyadari dan paham benar tentang fenomen ini. Dan bahkan yang menaring malah ada yang tidak peka terhadap fenomena ini dan mengatakan ini adalah Mitos. Padahal jika kita bisa mengenali betul kekuatan otak kita, maka setiap orang aka bisa menjadi terbak dibidangnya masing-masing sesuai kekuatan otak yang sudah di anugrahkan Tuhan padanya.
Semoga penjelasan sederhana ini bisa menjadi bukti yang sangat sederhana dan mudah dimengerti. Dan jika masih ingin tetap percaya ini adalah mitos ya itu pilihan kita, tak ada yang perlu diperdebatkan.
Rasa terimakasih dari ratusan orang tua yang anaknya merasa tertolong setelah mendapatan bimbingan mengelola anaknya yang dominan otak kanan yang sebelumnya dianggap anak bermasalah disekolah hingga mereka kembali menjadi anak-anak hebat itu sudah lebih dari cukup bagi saya untuk terus membangun sekolahnya seperti yang dilakukan oleh Professor Makoto Shicida dengan Sekolah Otak Kanannya, dan Sosaku Kobayashi dengan sekolah yang memahami semua perbedaa anak.
Silahkan baca kisah Joe anak yang lebih dominan otak kanannya :
Silahka baca kisah Nia; yang gagal di sekolah kini menjadi Director of Choreography di Los Angeles di usia 19 tahun.
Dan bayak lagi silahkan cari kisah2nya di www.ayahkita.com
Bacalah semua link yang diberikan jika memang kita tertarik mendalami anak dominan otak kanan dan bisa menolong mereka menjadi anak yang luar biasa !
ini ciri-ciri yang kita bisa jadikan panduan untuk menilai apakah anak kita lebih dominan otaknya Kiri atau Kanan.

Menghapus Windows Credentials

Laptop kita terhubung ke server menggunakan user password dan supaya user password itu lepas dari server. Kadang kala setelah kita isi user ...