Yuliaty Ang | Headline News Tempo 18 April 2016
Kolom Bisnis
1. Minat Perusahaan Lakukan IPO Minim
Minimnya minat perusahan untuk melakukan Initial Public Offering (IPO) terutama dikarenakan oleh perekonomian dunia yang masih dan rendahnya harga komoditas. Nurhaida, Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan sekaligus Kepala Eksekutif Pasar Modal, menjelaskan bahwa perusahan-perusahaan tersebut masih dalam posisi menunggu perbaikan ekonomi global.
Hingga April 2016, tercatat baru 3 perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu PT Bank Artos Indonesia Tbk (ARTO), PT Mitra Pemuda Tbk (MRTA), dan PT Mahaka Radio Integra Tbk (MARI). Tahun ini, BEI menargetkan 35 perusahaan melakukan IPO ke publik.
Untuk meningkatkan menarik emiten baru, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tutur Nurhaida, telah menjalankan berbagai strategi. Di sisi penawaran, OJK sudah menyederhanakan prosedur yang ada. Bahkan, OJK kini menyasar sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk masuk bursa. Kendala dari UMKM adalah hanya dari segi kesiapan yang menjadi masalah, karena perusahaan yang go public harus rapi secara administrasi, legal, pajak dan lain sebagainya.
2. Bunga Acuan Berubah, Saham Bank Layak Diburu
Harga saham perbankan turun tajam akibat kebijakan Bank Indonesia, yang mengubah suku bunga acuan (BI Rate) menjadi 7-day (Reverse) Repo Rate (suku bunga acuan repo tujuh harian) di akhir pekan lalu. BI memindahkan titik acuan kebijakan dari BI Rate, yang berjangka tenor 12 bulan, ke tenor lebih pendek, yakni 7 hari. Saat ini, BI Rate sebesar 6,75 persen, sedangkan BI 7-day Repo Rate sebesar 5,5 persen (setara dengan suku bunga operasi moneter tujuh hari).
Penurunan harga saham perbankan tersebut justru menjadi momentum bagi investor untuk memborong saham bank menurut pengamat dari PT NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada.
3. Masa Moratorium Sawit dan Tambang Masih Dikaji
Pemerintah berniat memberlakukan penghentian sementara (moratorium) penerbitan izin baru pembukaan lahan kelapa sawit dan tambang.
Total lahan sawit yang ada tahun ini sudah mencapai 11 juta hektare, penambahan lahan sudah waktunya dihentikan, karena yang perlu dilakukan adalah meningkatkan produktivitas kebun, khususnya perkebunan sawit rakyat. Menteri Sofyan mencontohkan, produktivitas perkebunan sawit rakyat hanya 2-3 ton per hektare atau setengah dari produktivitas perkebunan milik korporasi yaitu 5-6 ton per hektare. Pemerintah akan mendorong peningkatan produktivitas melalui program penanaman kembali, menyelenggarakan penyuluhan dan pebaikan sarana produksi pertanian.
Sedangkan untuk izin usaha pertambangan (IUP), pemerintah sudah menerbitkan 11 ribu IUP. Sofyan Djalil menyoroti banyaknya perusahaan tambang kecil yang tidak disiplin melakukan rehabilitasi setelah pengelolaan selesai. Pemerintah berharap moratorium akan meperjelas pembagian tata ruang.
Kolom Bisnis
1. Minat Perusahaan Lakukan IPO Minim
Minimnya minat perusahan untuk melakukan Initial Public Offering (IPO) terutama dikarenakan oleh perekonomian dunia yang masih dan rendahnya harga komoditas. Nurhaida, Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan sekaligus Kepala Eksekutif Pasar Modal, menjelaskan bahwa perusahan-perusahaan tersebut masih dalam posisi menunggu perbaikan ekonomi global.
Hingga April 2016, tercatat baru 3 perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu PT Bank Artos Indonesia Tbk (ARTO), PT Mitra Pemuda Tbk (MRTA), dan PT Mahaka Radio Integra Tbk (MARI). Tahun ini, BEI menargetkan 35 perusahaan melakukan IPO ke publik.
Untuk meningkatkan menarik emiten baru, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tutur Nurhaida, telah menjalankan berbagai strategi. Di sisi penawaran, OJK sudah menyederhanakan prosedur yang ada. Bahkan, OJK kini menyasar sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk masuk bursa. Kendala dari UMKM adalah hanya dari segi kesiapan yang menjadi masalah, karena perusahaan yang go public harus rapi secara administrasi, legal, pajak dan lain sebagainya.
2. Bunga Acuan Berubah, Saham Bank Layak Diburu
Harga saham perbankan turun tajam akibat kebijakan Bank Indonesia, yang mengubah suku bunga acuan (BI Rate) menjadi 7-day (Reverse) Repo Rate (suku bunga acuan repo tujuh harian) di akhir pekan lalu. BI memindahkan titik acuan kebijakan dari BI Rate, yang berjangka tenor 12 bulan, ke tenor lebih pendek, yakni 7 hari. Saat ini, BI Rate sebesar 6,75 persen, sedangkan BI 7-day Repo Rate sebesar 5,5 persen (setara dengan suku bunga operasi moneter tujuh hari).
Penurunan harga saham perbankan tersebut justru menjadi momentum bagi investor untuk memborong saham bank menurut pengamat dari PT NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada.
3. Masa Moratorium Sawit dan Tambang Masih Dikaji
Pemerintah berniat memberlakukan penghentian sementara (moratorium) penerbitan izin baru pembukaan lahan kelapa sawit dan tambang.
Total lahan sawit yang ada tahun ini sudah mencapai 11 juta hektare, penambahan lahan sudah waktunya dihentikan, karena yang perlu dilakukan adalah meningkatkan produktivitas kebun, khususnya perkebunan sawit rakyat. Menteri Sofyan mencontohkan, produktivitas perkebunan sawit rakyat hanya 2-3 ton per hektare atau setengah dari produktivitas perkebunan milik korporasi yaitu 5-6 ton per hektare. Pemerintah akan mendorong peningkatan produktivitas melalui program penanaman kembali, menyelenggarakan penyuluhan dan pebaikan sarana produksi pertanian.
Sedangkan untuk izin usaha pertambangan (IUP), pemerintah sudah menerbitkan 11 ribu IUP. Sofyan Djalil menyoroti banyaknya perusahaan tambang kecil yang tidak disiplin melakukan rehabilitasi setelah pengelolaan selesai. Pemerintah berharap moratorium akan meperjelas pembagian tata ruang.
No comments:
Post a Comment